Minggu, 10 Juli 2011

Ketika Tuhan Tak Dapat Dimengerti

Beberapa waktu lalu, saya dapat kabar..Om saya; saudara sepupu alm.bapak; meninggal dunia. Mengejutkan, karena tak pernah ada kabar beliau sakit keras. Walau saya dan beliau tak cukup dekat, namun tak pelak berita itu membuatku termangu. Belum lama rasanya, kira-kira setahun lalu mungkin, beliau dan 2 putra-putrinya ditinggalkan oleh istri tercinta yang meninggal karena sakit. Kini anak-anak mereka harus merasakan kehilangan ayah mereka.

Perasaanku berkecamuk, mengingat bagaimana sedih dan hancur kedua saudara sepupuku. Berkali-kali saya menanyakan kabar mereka via saudara-saudara lain. "Bagaimana Mbak Hani & Dinda? Semoga mereka tetap kuat." Begitu isi pesanku pada mereka yang melayat. Tak kubayangkan bagaimana perasaan mereka. Tidak lagi memiliki ayah-ibu yang mendampingi mereka, apalagi keduanya belum ada yang menikah.

Ingatanku kembali ke sebuah judul buku milik ibuku. Ketika Tuhan Tak Dapat Dimengerti. Buku yang dibaca ibu saya ketika baru saja kami kehilangan ayah. Saat itu, Ibu memang cukup terpukul dengan kepergian beliau. "Kadang mama tidak mengerti, nak. Apa susahnya Tuhan mengusir penyakit langka itu dari papa? Hanya butuh seujung jari saja. Papa sudah menjadi pelayan-Nya selama berpuluh-puluh tahun, apakah tidak bisa Tuhan memperhitungkan itu semua? Tapi, kadang memang kita tida perlu mengerti, nak. Bahkan papa saja tidak marah ketika hal itu mama tanyakan padanya, di saat-saat terakhirnya. Kita cukup mengimani bahwa itulah yang terbaik."


Dan ketika peristiwa duka ini menimpa sepupu-sepupu saya, benak saya pun memunculkan pertanyaan yang sama. Pertanyaan yang (mungkin) takkan berujung pada jawaban. Mungkin hanya hati yang terus memaklumi bahwa itulah arti dari IMAN, bahwa Dia yang tahu apa yang terbaik bagi kita., sesusah apapun itu bagi akal manusia fana seperti kita. Setidakmasukakal apapun itu bagi kita yang tercipta dari debu dan tanah.

Tuhan memang (terkadang) tak dapat dimengerti. Tapi bagi saya, Dia ada. Memeluk, membelai bahkan "menampar" kita. Dia hanya perlu kita percaya dan pasrah pada-Nya.

Selamat Jalan, Om Sinang Sigilipu. Salam buat Papaku di atas sana! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar