Minggu, 14 Agustus 2011

Salam Untuk Matahari

Selamat pagi, Matahari!
Sungguh ku senang kali ini
Karena sinar pagimu tak kan bisa lari dariku...
Aku kan menangkapnya, kawan!
dengan mata lelahku yang menunggumu sedari tadi

Ya..aku menantimu disini
ditemani celotehan para Adam yang seakan tak pernah lelah mengisap nikotin
Kami bercerita, tertawa, menggoda, tersenyum, berharap semoga ada kawan yang mampir
saat roda-roda besi itu melintas
Sang kantuk terus mengintai, tak pernah rela jika kami masih semangat..
maka ia membuntuti kemana kami pergi..
walau akhirnya dia terduduk lemas..tak kuasa melawan kegigihan kami

Matahari,
mungkin aku takkan bisa melihatmu setiap pagi seperti kali ini
sebab kau tahu bintang telah mengambil separuh waktuku tanpa kompromi
namun, sesungguhnya aku merindukanmu...
menghangatkan wajahku di kala embun menaburkan bulirnya...
menyuntikkan energi ke dalam sendi-sendiku...
walau kadang ketika kau marah, aku lebih baik menjauh darimu...
bersembunyi, berlindung agar amarahmu tak menyakitiku...

maka sobatku,
kali ini aku mohon jangan luapkan murkamu
padaku dan kawan-kawanku
biarkanlah sejuk menemanimu, agar tak ada yang tersakiti
tak ada yang lari dan bersembunyi dari wajahmu..

karena aku hanya ingin menikmati sinar pagimu...


(written on December 13, 2009)

Aku Suka..

Aku suka saat kau tertawa..

saat kau mengerutkan dahi

saat kau tersenyum

saat kau berpikir...

merenung...bermanja...

jangan tanya kenapa...

karena takkan pernah ada kata

yang bisa menjelaskannya

segamblang bicara logika 1+1

jadi tak perlu rumit..

cukup hatiku yang tahu..

dan biarkan ia berbisik pada nalurimu.


(written on December 14, 2009)

Bukan Dia

hari ini mentari berbisik padaku...
menitahkan hatiku untuk membuka mata...
entah apa maksudnya...
karena dua kelopak itu justru tak tertutup..apalagi buta...

"Coba buka sekali lagi matamu...."
"tidakkah kau lihat..ada sepotong jiwa yang merindukanmu?"
"yang ingin merebahkan lelahnya dalam pelukanmu?"
"jangan kau palingkan matamu, dekaplah sinar rindu itu.."


Aku terdiam....tertegun dalam sunyi...
nuraniku menggeliat mencari wajah sang mentari...
tak tega melihat hatiku dianggap tak punya rasa...

Wahai mentari, sobatku...
Aku tahu sinar rindu itu..
aku mengerti lelah jiwanya...
bahkan uluran tangannya yang mendambaku..

tapi maaf...
bukan dia jalan hidupku...
bukan dia rumah jiwaku...

telah kutitipkan hatiku kepadanya
yang merajut asa bersamaku..walau tertatih dan berpeluh...
kusandarkan penatku kepadanya yang tak sempurna..namun kucinta tanpa cela...

Mentari, kawanku...
biarkan aku menyayangi jiwa lelah itu..
seperti kau dan bintang..
biarkan aku memberinya tawa..
tanpa harus menyerahkan hatiku....


(written on April 16, 2010)

Kamis, 11 Agustus 2011

Kamu, Dia dan Aku

panas belum lagi menyentuh bumi

embun pun masih tertidur pulas diatas daun yang malas
namun selaput telingaku sudah kenyang dengan cerita dia...
deru air si jamban yang tengah menunaikan tugasnya tak jua mampu menahan derap kaki para aksara
yang lincah berlompatan keluar dari pita suaramu...

"Dia cantik dan aku terbius karenanya.. tak butuh waktu sehari untukku mengajaknya makan siang..."
begitu ujarmu...
aku tersenyum di ujung telepon.

"Namanya indah.. seindah wujudnya. Seandainya para dewi tahu mereka punya kembaran di bumi..."

lanjut tuturmu...
aku tertawa di ujung telepon

Khasmu tak pernah pudar ternyata, mantan kekasihku...
walau kini tak perlu lagi kau lihat cemberut di wajahku...

Panas belum lagi menyentuh bumi
si jamban pun belum selesai bertugas untukmu
dah aku masih setia di ujung telepon

(12/05/07.. basen on true event on Friday, 11/05/07)

Kepastian

Kemarin mungkin itu masih ada..
ramai berteriak di jiwa yang terluka..

memaksa lutut untuk bertelut..walau mulut ingin menghujat..
bahkan air mata terhapus paksa karena tak rela buah hati didera..

Hari ini...
entah kenapa kaki begitu ringan melangkah..
nurani tak se-gersang kemarin...
meski aku tetap tak mau bertanya pada mungkin.

Hari ini..
aku ingin memeluk pasti
berjalan bergandengan dengannya
menggelincirkan batu besar di hadapan jalan

pasti tak pernah kerdil, selama jiwa tak membiarkan mungkin menghantui 
pasti akan ada di ujung harapan tak peduli seberapa remuk hidupmu
selama kau berani memintanya



*terima kasih, untuk-Mu telah Kau berikan kesempatan buat kami mengecap manis janji-Mu.